Bantuan
hukum atau Legal
aid adalah
segala bentuk bantuan hukum baik bentuk pemberian nasihat hukum,
maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang berperkara,
yang diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya, sehingga ia
tidak dapat membayar biaya (honorarium)
kepada seorang pembela atau pengacara. Berdasarkan pendapat Jaksa
Agung Republik Indonesia bahwa bantuan hukum adalah pembelaan yang
diperoleh seseorang terdakwa dari seorang penasihat hukum, sewaktu
perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses
pemeriksaan perkaranya di muka pengadilan. Menurut SEMA No. 10 tahun
2010 tentang Pedoman Umum Bantuan Hukum definisi bantuan hukum adalah
pemberian jasa hukum yang di fasilitasi oleh negara melalui Peradilan
Agama, baik dalam perkara perdata gugatan dan permohonan maupun
perkara jinayat.
Bantuan
hukum di Indonesia sudah ada sejak tahun 1500-an bersamaan dengan
datangnya bangsa Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Praktek
bantuan hukum terlihat adanya praktek gotong royong dalam kehidupan
bermasyarakat di mana dalam masalah-masalah tertentu masyarakat
meminta bantuan kepada kepala adat untuk menyelesaikan masalah
tertentu. Jika hukum diartikan luas maka bantuan adat adalah juga
bantuan hukum.
Berbicara
tentang sejarah bantuan hukum di Indonesia tidak lepas dari peranan
dua tokoh penting yaitu S. Tasrif, S.H. dan Adnan Buyung Nasution,
S.H. S. Tasrif dalam sebuah artikel yang ditulisnya di Harian Pelopor
Baru tanggal 16 Juli 1968 menjelaskan bahwa bantuan hukum bagi si
miskin merupakan satu aspek cita-cita dari rule
of the law.
Kemudian untuk mewujudkan idenya tersebut, S. Tasrif mohon kepada
Ketua Pengadilan Jakarta untuk diberikan satu ruangan yang dapat
digunakan untuk para advokat secara bergiliran untuk memberikan
bantuan hukum.
Adnan
Buyung Nasution, S.H. dalam Kongres Peradin III tahun 1969 mengajukan
ide tentang perlunya pembentukan Lembaga Bantuan Hukum yang dalam
Kongres tersebut akhirnya mengesahkan berdirinya Lembaga Bantuan
Hukum di Indonesia. Kemudian ditindaklanjuti dengan berdirinya LBH
Jakarta yang pada akhirnya diikuti berdirinya LBH-LBH lainnya di
seluruh Indonesia. Tidak ketinggalan pula organisasi-organisasi
politik, buruh, dan perguruan tinggi juga ikut pula mendirikan
LBH-LBH. Dengan adanya LBH-LBH di seluruh Indonesia maka muncul
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang bertujuan untuk
mengorganisir dan merupakan naungan bagi LBH-LBH. YLBHI menyusun
garis-garis program yang akan dilaksanakan bersama di bawah satu
koordinasi sehingga diharapkan kegiatan-kegiatan bantuan hukum dapat
dikembangkan secara nasional dan lebih terarah di bawah satu
koordinasi. Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia didirikan pada tanggal 26 Oktober
1970 atas inisiatif Dr. Adnan Buyung Nasution, S.H yang didukung
penuh oleh Ali Sadikin sebagai Gubernur Jakarta saat itu.
Pendirian
Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta diikuti dengan pendirian
kantor-kantor cabang LBH di daerah seperti Banda Aceh, Medan,
Palembang, Padang, Bandar Lampung, Bandung, Semarang, Surabaya,
Yogyakarta, Bali, Makassar, Manado, Papua dan Pekanbaru. Persoalan
bantuan hukum terkait erat dengan kemiskinan struktural yang terjadi
di Indonesia, kemiskinan struktural membuat rakyat tidak mampu untuk
mengakses keadilan (bantuan hukum), berpijak dari kondisi tersebut
YLBHI LBH hadir untuk memberikan bantuan hukum dan memperjuangkan hak
rakyat miskin, buta hukum dan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM). Semasa rezim Soeharto (orde baru), peran YLBHI-LBH menjadi
salah satu aktor kunci dalam menentang dan menumbangkan rezim
Otorianisme orde baru, selain itu YLBHI-LBH menjadi simpul dan
lokomotif bagi gerakan pro demokrasi di Indonesia. Kondisi negara
yang sampai saat ini masih tetap menciptakan ruang anti demokrasi,
anti gerakan, dan sengaja menciptakan politik kekerasan serta membuka
ruang bagi militerisme membuat rakyat apatis dan frustasi. Maka
dari itu peranan LBH sangat penting bagi pemenuhan hak pembelaan
hukum untuk masyarakat yang membutuhkan pembelaan hukum. Pemberian
Bantuan Hukum sebagai pendidikan klinis, sebenarnya tidak hanya
terbatas pada jurusan-jurusan pidana dan perdata untuk akhirnya
tampil di pengadilan, tetapi untuk jurusan lain seperti jurusan hukum
tata Negara, hukum administrasi pemerintahan, hukum internasional dan
lain-lainnya yang memungkinkan memberikan bantuan hukum di luar
pengadilan misalnya memberikan bantuan hukum pada seseorang yang
tersangkut dalam soal-soal perumahan di Kantor Urusan Perumahan
(KUP); bantuan hukum kepada seseorang dalam urusan kewarganegaraan di
imigrasi atau departemen kehakiman; bantuan hukum kepada seseorang
yang menyangkut pada urusan internasional di departemen Luar Negeri;
bahkan memberi bimbingan dan penyuluhan di bidang hukum termasuk
sasaran bantuan hukum dan lain sebagainya.
No comments:
Post a Comment