Sunday, November 25, 2018

Sejarah pendidikan hukum di Indonesia

Soekarno mencela secara terbuka para ahli hukum dan hukum hukum formal yang dikukuhinya sebagai kekuatan kekuatan konservatif yang akan menhambat berputarnya roda revolusi karena para ahli hukum selalu berkutat secara legalistik pada hukum hukum formal inilah yang dengan dalih demi kepastian hukum selalu bercenderung untuk mempertahankan sistem sitem dan tertib tertib yang lama yang sesungguhnya amat kolonial. Sampai sekarang pun KUHP yang kita gunakan di Indonesia merupakan warisan hindia belanda. Lalu pada era orde baru tahun 1966. Pada masa ini pendidikan hukum ditujuan untuk menghasilkan lulusan yang dapat mendukung proses pembangunan di Indonesia. Para mahasiswa diharapkan tidak sedekar mengetahui teori dan peraturan perundang-undangan, tetapi sensitif terhadap berlakunya hukum di masyarakat. Mochtar Kusuma Atmadja menekankan berulang laki pentingnya pendekatan sosiologi dalam setiap upaya pendidikan dan kajian hukum. 1993 – terjadi kebutuhan dari pengunna lulusan hukum yang menggao lulusan hukum tidak siap pakai, kurikulum pendidikan hukum menglamami perubahan agar para lulusan tidak sekedar memahami teori tetapi juga menguasi ketrampilan hukum. Jatuhnya rezim orde baru membawa dampak demokratisasi di Indonesia. Ini diharapkan bahwa pendidikan hukum dapat menghasilkan lulusan yang progesif. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa pendidikan hukum progresif merupakan lawan dari pendidikan hukum status quo karena tidak responsifnya hukum terhadap perubahan yang terjadi secara mendasar di Indonesia.
Hukum di jalankan secara dogmatis dan tidak peka pada proses transisi yang sedang dilami oleh Indonesia. Sekarang pasca reformasi dan pendidikan hukum sama sama saja. Perbedaannya adalah sekarang ada media bukan lagi hanya didapatkan melalui kuliah kuliah konvensional didalam kelas ataupun hanya dalam buku buku yang ada dalam perustakaan namun sudah menjadi lebih maju dan modern yaitu sudah online. Dengan Pendidikan hukum online diharapkan bahwa informasi hukum bisa lebih mudah diakses oleh semua orang dan bisa lebih bermanfaat. Pendidikan hukum sudah memasuki tahap e-learning yaitu tahap pembelajaran pendidikan hukum melalui media elektronik. Keuntungannya banyak bagi bangsa Indonesia baik informasi tersedia 24 jam setiap hari, tiada ada batasan geografis . Mungkin ini saatnya untuk melihat kembali kondisi pendidikan hukum di Indonesia semoga ini waktu yang tepat untuk kembali kepada semangat awal untuk melakukan perubahan dari sistem hukum yang kolonial menjadi sistem hukum dengan ciri khas Indonesia yaitu berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan Pendidikan hukum memasuki era infromasi dan teknologi, semoga masa depan hukum di indonesia sepertinya bisa semakin cerah.


Thursday, November 22, 2018

Notaris dan ppat

Ilmu hukum yang dicetak dan dikembangkan oleh institusi akademik bernama Fakultas hukum memberikan suatu kontribusi yang sangat luas dalam dunia kependidikan serta dunia profesi. Ilmu hukum hadir menjadikan generasi-generasi dengan berbagai profesi yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi dalam tatanan sistem Kenegaraan di Indonesia ini, karena sejatinya Indonesia memakai sistem hukum campuran yang diadopsi dari sistem hukum eropa dan sistem hukum adat dan hukum agama. Oleh sebabnya keberadaan ilmu hukum memberikan peranan penting dalam menjalankan roda pemerintahan di Negeri ini. Profesi-profesi hukum yang dicetak yaitu Advokat atau Pengacara, Hakim, Jaksa, Polisi, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan lain-lain. Berbicara mengenai Notaris dan PPAT, mayoritas masyarakat awam menganggap kedua profesi ini adalah sama fungsinya, masyarakat menganggap profesi Notaris lebih populer dari pada PPAT, karena mayoritas masyarakat awam hanya mengenal Notaris saja sedangkan PPAT bak profesi yang asing didengar dimata. Tak jarang juga profesi Notaris dianggap "sama" dengan profesi advokat. Hal ini terjadi akibat kurangnya sosialisasi baik secara umum maupun khusus mengenai hukum, untuk itu perlu kita berikan suatu sosialisasi sebagai bentuk pemberian pengetahuan hukum agar masyarakat Indonesia mengerti hukum dan menempatkannya pada porsi-porsi yang seharusnya. Secara garis besar, Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris atau berdasarkan undang-undang lainnya, hal ini termaktub dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, lebih lanjut dalam Pasal 15 menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik. Contohnya seperti pembuatan akta perjanjian baik perjanjian secara umum maupun khusus termasuk pembuatan akta-akta perjanjian berkenaan dengan pendirian suatu badan usaha seperti Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), dan lain sebagainya. Kemudian Notaris berwenang untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, dalam praktiknya sering disebut dengan Legalisasi, membuat surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, sering disebut dengan waarmerking, membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan, melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, dan membuat akta risalah lelang. 
Sedangkan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, hal ini tertuang dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan PPAT. Yang dimaksud dengan perbuatan hukum tertentu artinya PPAT diberikan batasan kewenangan dalam pembuatan aktanya, Kewenangan PPAT telah ditentukan dengan hanya diperbolehkan membuat delapan akta saja yaitu: Akta Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (Inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah hak milik, pemberian Hak Tanggungan, dan pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, yang kesemua aktanya hanya diperuntukkan guna pendaftaran peralihan hak pada institusi Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Memang kedua profesi tersebut diberikan oleh Negara untuk dapat saling merangkap jabatan, Namun faktanya masyarakat masih sulit membedakan apa itu Notaris dan apa itu PPAT, seringkali masyarakat datang untuk membuat Sertipikat Hak Atas Tanah kepada Notaris dan PPAT, padahal kewenangan tersebut hanya dimiliki oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam hal ini Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Fakta lain yang sering terjadi adalah masyarakat menjadikan segala kewenangan PPAT hanya tertuju pada profesi jabatan Notaris saja, salah satu contoh ketika masyarakat ingin melakukan suatu perbuatan hukum balik nama Sertipikat Hak Atas Tanah maka ia akan mencari Notaris untuk dibuatkan aktanya, padahal kewenangan itu ada pada profesi PPAT. Hal seperti ini biasa sering terjadi pada seseorang yang telah menjadi Notaris namun belum menjadi PPAT, oleh sebab itu salah satu kewenangan Notaris yaitu memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat untuk mengetahui kewenangan-kewenangan jabatan Notaris dan PPAT. Untuk itu perlu suatu persamaan persepsi yang berkembang dimasyarakat agar masyarakat yang majemuk di Indonesia ini memiliki pengetahuan hukum tentang perbedaan antara jabatan Notaris dan PPAT serta kewenangan-kewenangannya.


Tuesday, November 13, 2018

Sejarah LBH


Bantuan hukum atau Legal aid adalah segala bentuk bantuan hukum baik bentuk pemberian nasihat hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang berperkara, yang diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya, sehingga ia tidak dapat membayar biaya (honorarium) kepada seorang pembela atau pengacara. Berdasarkan pendapat Jaksa Agung Republik Indonesia bahwa bantuan hukum adalah pembelaan yang diperoleh seseorang terdakwa dari seorang penasihat hukum, sewaktu perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses pemeriksaan perkaranya di muka pengadilan. Menurut SEMA No. 10 tahun 2010 tentang Pedoman Umum Bantuan Hukum definisi bantuan hukum adalah pemberian jasa hukum yang di fasilitasi oleh negara melalui Peradilan Agama, baik dalam perkara perdata gugatan dan permohonan maupun perkara jinayat. Bantuan hukum di Indonesia sudah ada sejak tahun 1500-an bersamaan dengan datangnya bangsa Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Praktek bantuan hukum terlihat adanya praktek gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat di mana dalam masalah-masalah tertentu masyarakat meminta bantuan kepada kepala adat untuk menyelesaikan masalah tertentu. Jika hukum diartikan luas maka bantuan adat adalah juga bantuan hukum.




Berbicara tentang sejarah bantuan hukum di Indonesia tidak lepas dari peranan dua tokoh penting yaitu S. Tasrif, S.H. dan Adnan Buyung Nasution, S.H. S. Tasrif dalam sebuah artikel yang ditulisnya di Harian Pelopor Baru tanggal 16 Juli 1968 menjelaskan bahwa bantuan hukum bagi si miskin merupakan satu aspek cita-cita dari rule of the law. Kemudian untuk mewujudkan idenya tersebut, S. Tasrif mohon kepada Ketua Pengadilan Jakarta untuk diberikan satu ruangan yang dapat digunakan untuk para advokat secara bergiliran untuk memberikan bantuan hukum.
Adnan Buyung Nasution, S.H. dalam Kongres Peradin III tahun 1969 mengajukan ide tentang perlunya pembentukan Lembaga Bantuan Hukum yang dalam Kongres tersebut akhirnya mengesahkan berdirinya Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia. Kemudian ditindaklanjuti dengan berdirinya LBH Jakarta yang pada akhirnya diikuti berdirinya LBH-LBH lainnya di seluruh Indonesia. Tidak ketinggalan pula organisasi-organisasi politik, buruh, dan perguruan tinggi juga ikut pula mendirikan LBH-LBH. Dengan adanya LBH-LBH di seluruh Indonesia maka muncul Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang bertujuan untuk mengorganisir dan merupakan naungan bagi LBH-LBH. YLBHI menyusun garis-garis program yang akan dilaksanakan bersama di bawah satu koordinasi sehingga diharapkan kegiatan-kegiatan bantuan hukum dapat dikembangkan secara nasional dan lebih terarah di bawah satu koordinasi. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia didirikan pada tanggal 26 Oktober 1970 atas inisiatif Dr. Adnan Buyung Nasution, S.H yang didukung penuh oleh Ali Sadikin sebagai Gubernur Jakarta saat itu. 


Pendirian Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta diikuti dengan pendirian kantor-kantor cabang LBH di daerah seperti Banda Aceh, Medan, Palembang, Padang, Bandar Lampung, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Bali, Makassar, Manado, Papua dan Pekanbaru. Persoalan bantuan hukum terkait erat dengan kemiskinan struktural yang terjadi di Indonesia, kemiskinan struktural membuat rakyat tidak mampu untuk mengakses keadilan (bantuan hukum), berpijak dari kondisi tersebut YLBHI LBH hadir untuk memberikan bantuan hukum dan memperjuangkan hak rakyat miskin, buta hukum dan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Semasa rezim Soeharto (orde baru), peran YLBHI-LBH menjadi salah satu aktor kunci dalam menentang dan menumbangkan rezim Otorianisme orde baru, selain itu YLBHI-LBH menjadi simpul dan lokomotif bagi gerakan pro demokrasi di Indonesia. Kondisi negara yang sampai saat ini masih tetap menciptakan ruang anti demokrasi, anti gerakan, dan sengaja menciptakan politik kekerasan serta membuka ruang bagi militerisme membuat rakyat apatis dan frustasi. Maka dari itu peranan LBH sangat penting bagi pemenuhan hak pembelaan hukum untuk masyarakat yang membutuhkan pembelaan hukum. Pemberian Bantuan Hukum sebagai pendidikan klinis, sebenarnya tidak hanya terbatas pada jurusan-jurusan pidana dan perdata untuk akhirnya tampil di pengadilan, tetapi untuk jurusan lain seperti jurusan hukum tata Negara, hukum administrasi pemerintahan, hukum internasional dan lain-lainnya yang memungkinkan memberikan bantuan hukum di luar pengadilan misalnya memberikan bantuan hukum pada seseorang yang tersangkut dalam soal-soal perumahan di Kantor Urusan Perumahan (KUP); bantuan hukum kepada seseorang dalam urusan kewarganegaraan di imigrasi atau departemen kehakiman; bantuan hukum kepada seseorang yang menyangkut pada urusan internasional di departemen Luar Negeri; bahkan memberi bimbingan dan penyuluhan di bidang hukum termasuk sasaran bantuan hukum dan lain sebagainya.