Friday, December 28, 2018
G 30 s PKI kasus pellangaran ham atau bukan?
Cerita yang biasa di ceritakan kepad kita perihal penumpasan PKI atau gestapu, adalah bahwa pada tanggal 30 September malam, sejumlah prajurit Tjakrabirawa pimpinan Letkol Untung bergerak menculik enam jenderal dan seorang kapten: Komandan TNI AD, Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal Suprapto, Letnan Jenderal MT Haryono, Letnan Jenderal S Parman, Mayor Jenderal DI Pandjaitan, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten Pierre Tendean. Jenazah mereka kemudian ditemukan di sebuah sumur di Lubang Buaya, Jakarta. Panglima TNI Jenderal AH Nastion lolos, namun putrinya Ade Irma Suryani tewas, sementara ajudannya, Kapten Pierre Tendean, jadi korban, diculik bersama enam jenderal, lalu beberapa waktu kemudian. Terjadi penangkapan besar-besaran terhadap para anggota atau siapa pun yang dianggap simpatisan atau terkait PKI, atau organisasi-organisasi yang diidentikan komunis, seperti Lekra, CGMI, Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI), Gerakan wanita Indonesia (Gerwani), dll. Sebagian terbunuh. Sejumlah laporan menyebut, jumlah yang dibunuh begitu saja setidaknya mencapai 500.000 orang di berbagai daerah, khususnya di Pulau Jawa dan Bali. Berbagai kelompok turun ke jalan, menuntut pembubaran PKI. Sebagian juga menghancurkan markas PKI di berbagai daerah, dan menyerang lembaga-lembaga, toko, kantor, juga universitas yang dituding terkait PKI. Tentara menangkap dan memamerkan sejumlah orang yang diduga anggota dan simpatisan PKI di Blitar, Jawa Timur salah satunya adalah Putmainah, tokoh Gerwani dan anggota DPRD dari Fraksi PKI di Blitar. Dan berakhir dengan Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Akhirnya, 11 Maret 1966, Presiden Sukarno, diikuti Mayjen Soeharto mengumumkan Surat Perintah Sebelas Maret di Istana Bogor, yang mengalihkan kekuasaan kepada perwira yang kemudian berkuasa selama 32 tahun. Begitu banyak versi, begitu banyak tafsir, begitu wacana. Juga begitu banyak korban, kebencian, dan saling tuding. Sampai sekarang berbagai upaya -dan niat- untuk menuntaskannya, tutup buku dari bab gelap sejarah Indonesia itu, tak kunjung berhasil.
Sebagian kalangan menganggap Soeharto memanfaatkan G30S untuk merebut kekuasaan, dan sesudahnya melakukan pembasmian terhadap para simpatisan komunis dan kalangan kiri, termasuk pembunuhan ratusan ribu orang. G30 S, PKI, komunisme, pembunuhan ratusan ribu orang itu kian lama justru kian jadi abstrak: topik yang muncul setiap waktu, khususnya bulan September, dan kini juga setiap ada pembicaraan tentang politik, pemilihan kepala daerah, juga pemilihan presiden. Berdasarkan penyelidikan selama empat tahun akhirnya Komnas HAM menyimpulkan telah menemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran hukum berupa kejahatan terhadap kemanusiaan pasca peristiwa G30S PKI. Terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya kehjahatan terhadap kemanusiaan sebagai bentuk pelanggaran HAM yang berat sebagai berikut, satu pembunuhan pasal 7b, pemusnahan pasal 7b, dan pasal 9b UU 26 tahun 2000 kemudian perbudakan, pengusiran, penyiksaan, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik pemerkosaan dan penghilangan orang secara paksa. Mereka yang dianggap bisa dimintai pertanggungjawabannya, adalah semua pejabat dalam struktur Kopkamtib 1965-1968 dan 1970-1978 serta semua panglima militer daerah saat itu. Dengan berbagai bukti ini, sesuai undang-undang yang berlaku Komnas HAM meminta Kejaksaan Agung untuk menggunakan hasil penyelidikan Komnas HAM ini sebagai bahan untuk melakukan penyidikan. Meski menolak menyebutkan jumlah korban, Komnas HAM mengakui sedikitnya 32.000 orang dinyatakan hilang akibat peristiwa itu.
Subscribe to:
Posts (Atom)